Selasa, 23 Oktober 2012

Day One sebelum kemoterapi



Ternyata perjalanan saya setelah proses kuretase kemarin masih panjang. Mari kita berbagi cerita. Ujian sekaligus berkah yang sudah Tuhan titipkan pada saya. Belajar bukan berarti harus mengalami bukan? belajar juga bisa mencontoh dari apa yang dialami orang lain :)
            
            Saya akan selalu ingat hari ini. Tanggal 18 Oktober 2012, hari di mana saya sedang dalam posisi tiduran di kasur panjang berwarna putih yang tidak pernah saya suka. Sambil mengetik apalah namanya ini, mungkin cerita kehidupan. Di kolom blackberry yang tidak sebesar monitor PC.
            Sambil menonton acara Hitam Putih Trans7 *sebenarnya air mata saya juga sedang mengalir*, dan saya berusaha penuh bercerita di sini sambil menahan laju air mata yang sedikit-sedikit membasahi pipi. Saya juga berusaha agar tidak ada yang sadar saya sedang menangis. Saya khawatir orang-orang di sekeliling saya juga lelah melihat air mata saya.

            Hari ini saya cek up ke rumah sakit entah yang ke berapa kalinya. Dan Dokter bilang dengan lugasnya saya harus dirawat lagi di rumah sakit pemerintah ini untuk yang ke-2 kalinya. Kalau mendengarkan suara perasaan, saya menangis dan menjerit. Ya! Saya sedih! Karena saya manusia biasa toh? Oke, jadi dokter bilang saya harus menjalani rawat inap untuk kemoterapi. Kita semua tahu bahwa saat mendengar kata kemoterapi pikiran kita pasti mengarah ke penyakit kanker. Dan, tidak ada orang yang mau juga. Sebenarnya penyakit saya bukan itu. Tapi, saya kurang tahu istilah kedokterannya pastinya apa. Jadi kita sebut saja Mola atau hamil anguur.
            Kemoterapi yang harus saya jalani ini adalah efek dari hamil anggur yang sempat saya alami waktu usia kandungan saya memasuki minggu ke-10.  Dan dokter bilang, efek dari hamil anggur ini cenderung/potensi ganas. Untuk lebih jelasnya, silahkan googling biar Om Google yang menjawab J

            Saya sudah tidak lagi sibuk memikirkan apakah besok lusa saya akan dimarahi bos, apakah satu jam lagi saya akan nge-Mall, dan apakah nanti malam saya harus melayani suami. Yang saya pikirkan hampir setiap menit adalah, Tuhan saya mau sembuh saya mau sehat. Sebenarnya, kemoterapi yang akan saya jalani besok untuk pertama kali adalah satu-satunya jenis kemoterapi yang bisa menyembuhkan sel-sel kanker di dalam tubuh. Dan kemoterapi terringan dengan dosis yang ringan. Tapi dengan efek yang hampir sama. Saya masih bersyukur pada Tuhan bahwa penyakit saya bisa disembuhkan. However, I believe in God.
            Jujur, pada awalnya saya sulit sekali menerima keadaan ini. Saya ingin protes pada Tuhan. Dari sekian banyak wanita yang saya tahu/kenal, kenapa harus saya yang mengalami ini. Kehilangan bayi pertama saya, lalu harus menjalani sederet proses yang panjang dan sungguh melelelahkan. Tapi tadi saat saya sedang duduk di ruang tunggu pendaftaran rawat inap, saya merenung banyak hal. Berfikir lebih banyak. Saya mencoba mind-map kembali dan menata cara berfikir saya yang saat itu petanya sedang berantakan. Bahkan jika diibaratkan puzzle, potongan-potongan puzzle tersebut berlarian dan tidak menampilkan gambar secara utuh. Saat pikiran saya belum jernih, saya berfikir tentang berkah-berkah luar biasa yang Tuhan berikan. Dan saya mengumpulkan point-point tersebut.
            Yang pertama. Tuhan memberi kedua Orang Tua yang hebat yang tidak pernah lelah mendoakan saya, memberi saya semangat hidup, dan mensupport saya selama sakit. Orang Tua yang mati-matian melakukan segala hal untuk saya, anaknya. Dan mereka luar biasa sabar, walaupun saya tahu mereka juga melihat saya sakit. Atau juga sama lelahnya dengan saya. Tapi mereka tidak pernah memperlihatkan itu, mereka kuat demi saya.
            Kedua. Suami saya. Dulu, waktu saya masih jadi ABG tolol sok lugu saya selalu dipertemukan dengan cowok brengsek dan bukan cowok baik-baik. Sekalinya ada cowok baik, entah kenapa tidak ada jodohnya. Setelah menikah, saya akhirnya tahu alasan Tuhan. Itu karena saya lebih baik bertemu mereka dulu sebelum bertemu suami saya. Dan dengan baiknya Tuhan mempersatukan kami walaupun dengan jalan yang tidak mudah. Tapi kami berhasil melewati segala hal yang sulit itu. Dan Tuhan benar-benar sudah memberikan Pria yang tepat. Yang selalu saya pesan di setiap do’a saya kala shalat. Dia Pria sempurna versi saya. Dan dia mencintai Tuhan-nya lebih daripada mencintai saya.
            Di sini, saya tidak membahas tentang cinta mati atau cinta sejati. Tapi ini tentang hubungan yang bisa saling menguatkan. Buat saya, suami saya itu orang yang paling berlogika. Dia cerdas dalam menyikapi segala sesuatu. Dia juga yang menguatkan saya setiap hari saat saya harus menghadapi segala hal yang sulit. Dan dia terorisme paling berpengaruh dalam hidup saya yang sering menanamkan pikiran bahwa hidup itu sudah ada yang mengatur. Tidak ada hal sulit apapun yang harus kita takutkan selain Tuhan. Karena hanya Dia yang berkuasa penuh atas hidup kita. Suami saya juga yang mengajarkan saya untuk berfikir bahwa semua yang kita punya di dunia adalah milik Allah semata. Bahkan nyawa kita sekalipun. Jadi, materi bukan tujuan utama hidup.
            Ketiga. Adalah keluarga dan mertua saya yang tidak pernah bosan berdoa untuk kesembuhan saya. Begitu perhatianya mereka akan kesehatan saya. Begitu pedulinya mereka berdoa untuk saya. Buat saya, *orang-orang yang sudah saya sebutkan tadi* merekalah justru harta saya yang paling berharga yang dengan baiknya Tuhan titipkan pada saya. Hanya demi mereka saya bisa hidup dan bertahan. Dari segala kondisi hidup yang tidak enak.

            Dari situ, saya berfikir bahwa Tuhan justru terlalu baik pada saya. Mengirimkan Orang Tua, Suami, dan keluarga yang tidak henti-hentinya mendoakan saya dan menyayangi saya dengan tulusnya. Jadi kenapa saya harus bertanya, “ God why must me?” saat saya harus menjalani rasa sakit ini.
            Dan dengan alasan apa lagi saya harus mengeluhkan ujian-ujian dalam hidup saya. Buat saya, hidup saya malah terlalu sempurna. Tuhan sangat sayang pada saya tanpa terkecuali. Karena Dia membiarkan saya belajar banyak hal. Tidak setiap orang bisa belajar dari rasa sakit, dari keadaan atau pengalaman yang tidak mengenakkan. Tapi Tuhan memberi saya kesempatan, untuk belajar banyak hal. Untuk bisa pintar membaca hikmah yang Dia berikan dan belajar dari sana.
            Jadi, saat saya sakit dan harus menjalani banyak proses saya tetap bersyukur pada Tuhan. Berkah yang Dia berikan di hidup saya sungguh luar biasa. Sungguh tidak bisa saya sangkal. Dia terlalu sempurna untuk memberikan hidup yang begitu sempurna. Saya tahu, doa dan harapan tidak akan membuat hidup kita “selalu” baik-baik saja tapi akan SELALU membuat kita bisa menyikapinya dengan baik. Dan kadang, doa yang kita panjatkan tidak selalu berwujud apa yang kita inginkan. Tapi justru berwujud apa yang tidak pernah kita harapkan. Malahan dengan maksud mengabulkan doa kita.
            Saya bukan mau belajar jadi ustdzah seperti Mama Dedeh, saya hanya ingin setiap orang juga bisa belajar seperti saya. Belajar hidup ber-ke-Tuhan-an. Jadi, apapun yang terjadi dalam hidup kita selalu didasarkan Tuhan sehingga kita tidak takut akan apapun karena yakin Tuhan bersama kita dan mengatur semuanya dengan baik. Karena kita tidak pernah tahu skenario baik apa yang akan Tuhan tulis dibuku harian kita. Jadi, bersyukurlah! Apapun yang sudah Tuhan tentukan untuk hidup kita. Walaupun kita tahu bahwa itu tidak mudah untuk selalu diterapkan disetiap keadaan. Tapi saya selalu yakin dengan bersyukur, justru segalanya jauh lebih mudah.
            Terakhir saya sakit parah dan dibawa ke rumah sakit, dari situ saya mati-matian berdoa minta kesempatan pada Tuhan untuk tetap hidup. Untuk tetap kuat. Dan saat itu saya percaya bahwa Tuhan memang benar-benar sedang menolong saya. Dan Dia memang menyelamatkan saya. Di dalam bayangan saya, dia sedang menggenggam tangan saya dan berkata, “ I’m a proud of you cause you’re strong. And have more power.” Jadi saat itu saya bisa benar-benar kuat.
            Saya selalu ingat salah satu quote penyanyi terkenal Ahmad Dani, yang pernah bilang bahwa saat Tuhan berkata YA, semesta mendukung. Itu pula lah yang saya alami selama saya sakit. Tuhan sedang menguji hidup saya sekaligus mentransfer kekuatan sambil menggenggam tangan saya. I don’t know what to say, but … God is really GREAT. So’ I love You my Dear Allah SWT.  
             

Rabu, 03 Oktober 2012

Sudah terbiasa dengan kehilangan

Alhamdulilah, akhirnya saya ada di depan komputer kantor lagi. Duduk manis dan bisa sambil ngenet setelah kerjaan beres. Saya pengen cerita banyaaaakkk. Mudah-mudahan panjangnya gak ngalahin sinetron tersanjung. Tapi lumayan inspirasional kok (apalah arti kata-kata ini!).

Jadi ceritanya, saya inget banget. Tanggal  22 Agustus 2012. Pas setelah 8 hari saya telat menstruasi dan beli testpack. And then, jantung saya berderbarnya kenceng banget kayak baru pertama jatuh cinta in 5 years old (seriously!). Tangan saya gemeter saking senengnya liat 2 garis warna merah yang seolah melambai-lambaikan tangan ke arah saya. Suami saya cuma senyum-senyum and then he kiss my forehead. Dia bilang udah nyangka saya hamil diliat dari tanda-tanda keluhan saya sakit di sana sini. And I'am so' happy. More than just a happy. Kalau ada istilah lainnya untuk lebih bahagia daripada bahagia, mungkin maksud saya itu.
Sempet kepikir apakah saya mampu mengandung selama 9 bulan, apakah saya siap menghadapi moment-moment persalinan, dan yang terpenting apakah saya bisa jadi Ibu yang baik dan bisa mendidik anak saya jadi seseorang yang cerdas sesuai dengan yang saya mau. Tapi dengan bismillah, saya ikhlas menjalani semuanya. Walaupun menjadi seorang Ibu itu tidak mudah.

Masuk minggu ke 6 saya mulai sering mual bahkan sampai muntah. Hari-hari saya sudah berubah 360 derajat. Saya nggak suka bau parfum so' I never use it again. Sehari muntah bisa 2-3 kali. Saya gak mau dandan dan memang tidak dibolehkan memakai kosmetik sembarangan. Saya yang tadinya menomorsatukan penampilan diluar semua hal jadi seseorang yang cuek banget masalah penampilan. Jarang cuci muka sebelum tidur, keramas bahkan bisa 3 hari sekali. Teman-teman bahkan suami saya bilang kayaknya anaknya cowok saking pemalesnya. Haha. Walaupun saya pengen banget anak perempuan tapi saya syukuri saja kalau Tuhan memberi saya anak laki-laki.

Sampai suatu hari, saya udah nggak kuat banget dengan mual dan muntahnya yang kuantitasnya makin hari makin bertambah. Sampe nggak kuat pergi kerja. Tanggal 20 September malamnya saya dan suami periksa ke bidan. Maksudnya pengen liat anak kami lewat USG. Sebelum pergi, saya sempet berdo'a pada Tuhan semoga bayi saya sehat. Tapi sesampainya di sana, dan periksa USG saya dikagetkan oleh raut wajah bidan yang agak weird. Katanya saya harus periksa ke dokter kandungan. Karna bayinya nggak keliatan. Dan  prediksi bidan saya kayak hamil anggur alias hamil diluar kandungan. Saya langsung kaget, dan masih belum paham istilah hamil anggur ini. Tapi yang jelas, saat itu saya sedih banget. Bidan bilang kalau prediksinya benar, saya harus kuretase dan bayinya harus dikeluarkan. Sebisa mungkin saya tahan tangis di sana. Baru sampai di mobil, saya mulai saling melihat dengan suami saya. Dia hanya bilang saya harus banyak bersabar. Dari situ tangis saya meledak. Bahkan suami saya pun hanya bisa menggenggam tangan saya tanpa banyak bicara. " Kita lagi diuji lagi sayang ..." kalimat itu pun bahkan lebih dahsyat dari prediksi bidan tentang kehamilan saya. And I say to him that, " Aku rela mual sama muntah terus asal bayi kita sehat ..."

Besoknya saya langsung ke dokter kandungan di rumah sakit ibu dan anak, ternyata diagnosa dokter tersebut juga sama. Hamil anggur. Saya dirujuk lagi ke lab untuk tes darah hormon kehamilan atau biasa disebut HCG. Setelah hasil keluar, dokter tersebut merasa tidak sanggup untuk tindakan kuretase karena kadar hormon kehamilan saya tinggi sekali. Sampai bosan saya menangis. Kenapa saya harus kehilangan anak saya bahkan sebelum saya sempat melihatnya. But, lucky me. Tuhan mengirim seorang suami yang sangat sabar menghadapi saya. Saya tahu dia juga sama kecewanya dengan saya. Tapi dia berusaha sekali untuk terlihat lebih kuat dari saya untuk menguatkan saya.

Saya dirujuk kembali ke rumah sakit negri di Bandung karna saya harus ditangani dokter specialis onkology. Di rumah sakit swasta besar pun, specialis onkology tersebut tidak ada. Hanya ada di rumah sakit negri tersebut yang, maaf. Pelayanannya pun sungguh sangat tidak nyaman. Tapi ya terpaksa. Akhirnya dari tanggal 25 September saya dirawat di sana. Dan ternyata proses kuretasenya pun masih harus esoknya menunggu dokter yang bersangkutan. Saya masih mual, muntah, bahkan sudah tidak masuk makanan apapun. Belum lagi pihak rumah sakit yang cuek karna saya belum dapat suntikan infus. Malamnya, ternyata saya harus pasang alat yang dimasukan lewat vagina agar saya mengalami pendarahan dan agar rahimnya terbuka saat di kuret nanti. Subhanallah, sakitnya melebihi apapun. Saya sampai jerit-jerit kesakitan. Tidak bisa tidur nyenyak, dan ketegangan terus menghantui saya. Entah kejutan apa lagi yang akan saya terima.

Suami saya masih menemani bahkan memberi lebih banyak support. Walaupun saya tahu dia lelah bahkan rela meninggalkan pekerjaannya berhari-hari. Saya jadi tahu bahwa saya nggak salah pilih suami. He's the best!!! Tindakan kuretasi dimulai pada tanggal 26 September jam 10 lebih 15 menit sampai pukul 10.30.

Hikmah yang saya dapat setelah kuretase ini, saya berfikir bahwa mungkin Tuhan memang menyiapkan moment yang lebih indah untuk saya dan suami. Walaupun kami harus kehilangan anak pertama kami. Dari hari ke hari saya mulai ikhlas melepas dia pergi. Bahkan teman saya bilang, anak yang sudah meninggal di kandungan akan mendoakan orang tuanya suatu hari nanti. Amin Ya Rabal alamin saya sampai terharu mendengarnya. Mungkin memang saya juga belum sepenuhnya siap jadi Ibu. Dan saya percayakan semuanya pada Tuhan. Biar Tuhan yang menentukan segala yang terbaik untuk saya dan suami. Saya yakin, apapun yang saya lakukan dengan berdasarkan atas Tuhan, demi Dia, dan untuk Dia, segala sesuatu yang sulit akan jadi mudah. Saya tetap bersyukur, ini tanda bahwa Tuhan sayang sekali pada kami. Dan kami tetap semangat menyambut kedatangan anak kedua di saat yang tepat, di saat yang sudah Tuhan janjikan :)