Sabtu, 10 Desember 2011

" Pernikahan rumit"

Bicara tentang pernikahan, saya pernah dapet broadcast message dari seorang teman. Memang simple, bahwa pernikahan itu tentang 2 hati yang sedang belajar untuk menyatu. Bukan tentang penyatuan yang sempurna. Saya percaya bahwa manusia selalu belajar dari proses. Proses apapun itu. And then ... pernikahan itu adalah salah satu sekolah kehidupan.

So' kenapa banyak orang yang memusingkan dan membuat pernikahan jadi semakin rumit hanya karna banyaknya perbedaan. Saya percaya bahwa kita tidak hanya bergantung pada cinta saja. Sebuah kata sederhana yang kadang mematikan dan membunuh perlahan. Kita tidak bisa hanya berharap pada cinta yang kita punya saja. Cinta itu sifatnya luas. Dan proses pulalah yang membuat cinta itu menjadi suatu bongkahan emas yang asalnya bukan dari apa-apa.

Perbedaan itu biasa, Saya *yang pernah sangat merasakan* pernikahan yang dibuat serumit kelihatannya tidak setuju bahwa perbedaan bisa membuat sebuah hubungan hancur. Segala sesuatu dilihat dari sisi niat baiknya. Dan untuk yang kesekian kalinya saya bicara bahwa, saya percaya bahwa CINTA itu HIDUP. Cinta itu ada di dalam diri kita masing-masing. Tidak perlu ditambah atau dikurang. Tuhan sudah memberikan kita sebuah paket. Cinta beserta proses di dalamnya.

Saya yang dengan bangganya bilang bahwa saya menghabiskan sebagian waktu saya untuk cinta. Bukan cinta kepada lelaki saya saja. Tapi juga untuk orang tua saya dan untuk Tuhan. Perjuangan cinta saya dipertaruhkan di sana. Saya sadar bahwa cinta itu seperti membaca buku, kadang kita tak sadar sudah melewati berapa ratus halaman yang dibaca. Sama halnya dengan ketidaksadaran kita sudah banyak melewati banyak hal yang terjadi dalam hidup dengan jutaan kesulitan di dalamnya tapi ternyata kita sudah mampu melewati prosesnya.

Bukan hanya sekolah yang menerapkan 'ujian', tapi juga kehidupan. Tuhan memberikan kita banyak ujian hidup yang tak hentinya. Tuhan mau kita belajar. Begitu juga dengan rumah tangga. Bukan yang indahnya saja yang saya kedepankan (seperti contohnya malam pertama hingga bulan madu), Tapi saya menganggap bahwa saat saya menikah Tuhan membukakan pintu ujian baru untuk saya dan lelaki saya. Jadi, buat apa kita mempersulit pernikahan?
* tunggu sebentar, saya menghela nafas dulu menahan tangis*
Bukan tangis sedih yang saya maksud di sini. Tapi tangisan semi bahagia. Saya pernah jatuh bangun mempertahankan prinsip saya tentang dunia pernikahan. Saya melawan banyak orang yang menetang 'rencana pernikahan' saya dengan memojokkan saya, menghina, meremehkan, hingga melecehkan lelaki saya sebagai manusia. Tapi modal kami hanya keyakinan. Yakin pada sang Kuasa. Dan yakin bahwa pilihan kami berdua benar. Saya bisa, saya merasa sangat bisa saat Tuhan membisikkan kata di telinga saya. " Kamu bisa ..."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar