Rabu, 30 Oktober 2013

Menjadi Orang Tua


Hola!
Akhirnya saya kembali dengan sejuta cerita. Ada begitu banyak hal yang ingin saya ceritakan di sini, tapi satu-satu dululah ntar otaknya overload :P

Saya ingin membahas tentang menjadi Orang Tua yang baik. Padahal, I don't even know bagaimana menjadi Orang Tua yang baik itu karena saya belum pernah memiliki anak. Tapi pada saat Tuhan sedang mempersiapkan saya untuk menjadi Orang Tua, Ia memberi banyak pelajaran. Bahwa menjadi Orang Tua itu tidak melulu cari duit biar anaknya bisa makan dan bisa hidup enak. Khususnya menjadi Ibu. Suami saya sering bilang bahwa tugas Ibu malah lebih berat. Selain mengandung dan menyusui serta menjaga di malam hari. Tapi juga harus mengajarkan banyak hal. 

Dan saya gereget sama Ibu-ibu zaman sekarang yang hanya tahu akan kebanggaannya saja. Maaf, saya memang belum pernah menjadi seorang Ibu, tapi saya juga pernah hamil. Saya tahu rasanya sayang pada anak dan bangga bahwa saya akan menjadi Ibu. Tapi, berhentilah untuk selalu menceritakan semua kejadian pada saat mengandung anak khususnya di sosial media. Saya sadar bahwa hal itu malah membuat kita menjadi Ibu yang cuma bangga doank. Bukan benar-benar 'bagaimana-menjadi-Ibu'. Anggaplah saya hanya sok tahu. Tapi saya sudah muak dengan banyaknya Ibu-ibu yang hanya bisa curhat di sosial media. Bahkan dari mulai tespack hingga hasil foto USG bayi selama di kandungan semua disebar dengan bangganya. Dulu, kalau kehamilan saya yang pertama tidak gagal mungkin saya pun bisa menjadi seperti mereka. Tapi untungnya tidak. Karena lama kelamaan saya mulai merasa kegiatan seperti itu konyol. Dan membuat kita terlihat seperti seorang Ibu yang tidak smart.

Bangga boleh, mendoakan boleh, mencintai calon anak ya harus, tapi mengumbar cerita itu terkesan agak norak. Saya sudah terima resikonya jika ada banyak orang yang merasa tidak setuju atau tidak terima dengan tulisan saya ini. Gak papalah. Toh ini opini pribadi dan saya berhak mengungkapkannya. Makanya jadi terdengar lucu aja kalau ada Orang Tua yang bilang anak adalah titipan tapi saking seringnya mereka memamerkan anaknya malah terlihat seperti kebanggaan. Jadi, titipannya sebelah mana?

Dan punya anak itu bukan hanya tentang kebanggaannya saja yang semua-orang-wajib-tahu-gue-hamil-dan-punya-anak. Punya anak juga bukan seperti nenteng tas Hermes Ori yang ya-jelas-lah-semua-orang-wajib-tahu. Better lebih banyak mendoakan dia, jauh sebelum dia lahir ke dunia. Toh anak yang ada di kandungan kita pun belum tentu setuju dirinya diekspos di sosial media dari sebelum dia lahir. Ingatlah bahwa bayi kecil nan mungil menggemaskan itu juga memiliki naluri. Siapa pun yang tidak setuju dengan tulisan saya ini, boleh protes. Monggo! Kalian juga boleh bilang saya hanya sirik karena tak punya anak, tapi jika orangnya pintar pasti bisa menilai lebih dari itu. Saya gak peduli dianggap sirik atau apa, karena untuk sebagian teman-teman saya yang belum memiliki anak pun ternyata beranggapan sama. Melihat Ibu-ibu hamil yang banyak mengumbar cerita si jabang bayi itu jadinya malah risih.

Karena kita semua tahu, bahwa dalam menjadi Orang Tua akan ada masa pertanggungjawaban di hadapan Tuhan suatu saat nanti. Itulah yang harus kita pikirkan. Bagaimana kita bisa menjadikan anak kita sebagai anak yang hanya takut pada Tuhan, yang mencintai Tuhan, yang mencintai sesama, yang akhlaknya baik, dan bagaimana dia bisa menjadi anak yang cerdas. Malu donk kalo nanti kita sebagai Orang Tua ditanya Tuhan apa yang sudah kita berikan pada anak masa kita harus jawab 'Saya sudah update sekian detik sekali di status BBM Tuhan, karena saya sayang sama anak saya.' Kan nggak mungkin juga :D

Bahkan masih banyak juga Orang Tua yang setelah diberi anak oleh Tuhan tapi menyia-nyiakan kesempatan untuk mencintai, menyayangi, dan mendidik anak-anaknya. Percayalah, bahwa mereka lahir ke dunia dengan tanpa membawa apa-apa. Ibaratnya, mereka hanya kertas kosong yang tak tahu harus menulis apa. Dan kitalah sebagai Orang Tua yang harus mengisinya dengan segala sesuatu yang baik. Bukan dipamerkan. Mungkin saya juga terdengar seperti sok bijak, tapi saya percaya bahwa bukan tanpa alasan Tuhan memberi kita tugas. Lalu, apakah kita hanya akan menjadikan tugas tersebut hanya sebagai pameran? Hanya sebatas itu?

Kalo bahasanya suami saya sih, kita harus belajar bagaimana mengolah rasa. Saat kita sedang pamer ini itu tentang anak, tidakkah kamu tahu bahwa di luar sana ada banyak perempuan yang sedang harap-harap cemas menunggu berita kehamilan, perempuan yang tidak bisa punya anak, perempuan yang memiliki anak tapi dengan banyak riwayat kesehatan yang kurang baik? Tidakkah kamu tahu bahwa dengan melihat status tentang anak tersebut bisa membuat para perempuan itu bersedih. Bahkan merasa tidak cukup baik untuk menjadi seorang Ibu. Maka, berceritalah sewajarnya. Agar kita bisa menjadi Orang Tua yang baik. Termasuk saya yang hingga kini masih mengharapkan bisa memiliki anak dan bisa selalu sehat. Tapi sudahlah, ini hanya pendapat saja. Tidak setuju tidak apa-apa. Mari kita saling berpikir positif :)

Sabtu, 05 Oktober 2013

Sosok pria dan tanggung jawabnya



HA! Udah lama banget saya gak longokin ini blog. Kesannya orang sibuk, mau nulis blog aja musti waiting list. Haha. Padahal sok sibuk dan sok gak ada ide buat nulis blog *padahal alesan* :D 
By the way, saya juga sebenernya bingung mau nulis tentang apa. Dibilang susah cari ide nggak juga. Karena masih ada banyak hal yang bisa saya bahas di blog ini. Serah mau dibaca apa nggak :D

Judul tentang tanggung jawab ini tiba-tiba ditemukan waktu saya melihat role model yang nggak banget karena bagi saya dia gak ada tanggung jawabnya sedikit pun (padahal laki!). So' saya merasa harus menuliskannya di sini. Ini bukan tentang ngomongin orang tapi ini tentang tanggung jawab. Dari dulu, yang saya nilai dari cowok bukan tentang agamanya, tampangnya, materinya, sifatnya atau gelarnya (I means dalam ukuran calon suami yak bukan lagi pacar). Tapi yang saya nilai adalah segi tanggung jawabnya. Kenapa? Karena, zaman sekarang agama juga bukan jaminan (bukan berarti saya menilai bahwa agama tidak penting ya), apalagi yang namanya tampang, materi, dan gelar. Sedangkan untuk sifat, selama cowok tersebut punya tanggung jawab saya rasa sifatnya bisa mengikuti.

Saya gerah aja liat seorang laki-laki yang ibaratnya dia seorang pemimpin rumah tangga, sebagai ayah, sebagai suami, dan sebagai laki-laki tapi gak bisa jadi seseorang yang bertanggung jawab. Gimana dia mau ngurus keluarganya dan mempertanggungjawabkan apa yang dia lakukan kalau dia sendiri gak punya tanggung jawab minimal sama diri dia sendiri. Dan saya percaya, kalau seseorang yang punya tanggung jawab itu saat dia melakukan kesalahan besar sekali pun dia akan berani menghadapi. Bukannya mundur, takut, atau bahkan muka tebel. Laki-laki di dalam sebuah keluarga itu contoh dan panutan. Khususnya bagi anak-anak. Dan kalau dia gak bisa apa-apa minimal sama dirinya sendiri gimana dia mau dijadikan contoh sama anak-anaknya. Iya kalo anak-anaknya ngerti itu contoh yang buruk, kalau diikuti?

Balik lagi ke soal tanggung jawab. Saya menilai sosok dua pria dalam hidup saya. Ayah dan suami saya. So far buat saya mereka sudah punya tanggung jawab. Secara pria dewasa, dalam menjadi suami dan menjadi ayah. Makanya saya gerah banget kalo liat sosok pria yang gak punya tanggung jawab dalam hidupnya. Jangankan untuk hal besar, hal kecil pun kayaknya ogah banget dipikirin. Ngeri! Kasian anak dan istrinya. Kayak gak punya panutan. Tapi ya, walopun saya blak-blakan gini tetep aja. Saya siapa sih? Punya hak apa untuk menghakimi orang. Toh hidup mereka bukan saya yang tanggung. Tapi saya jadi punya contoh aja, if someday saya punya anak laki saya akan mengajarkan dia tanggung jawab. Hal sekecil apapun. Biar menegaskan bahwa jika nanti saya punya anak laki, saya gak bisa nyangkal dia tidak mungkin ngelakuin kesalahan besar (toh dia manusia biasa) tapi kalau dia punya tanggung jawab minimal dia berani menghadapi apa yang harus dia tanggung. Dan gak malu-maluin. Masa laki lembek dan penakut!!

Bab tanggung jawab ini sebenarnya bukan cuma buat cowok aja. Toh setiap manusia emang harus punya tanggung jawab. Tapi karena laki-laki tanggungannya lebih gede, I means anak dan istri makanya saya menekankan lebih khusus untuk pria. So, for you siapa pun yang membaca remember that dalam memilih pria itu bukan hanya (lagi-lagi!) tentang kemapanan dan agamanya doank. Kalo agamanya dibilang bagus tapi orangnya gak punya tanggung jawab ya sama aja bohong. Atau secara finansial mapan tapi tidak berani menghadapi kesalahannya sendiri buat apa? Berhati-hatilah. Kalau kita sebagai perempuan bisa jadi perempuan yang cerdas, memilih pasangan hidup sudah bukan lagi hal yang membingungkan. Makanya tanggung jawab itu PENTING urusannya :)

Minggu, 11 Agustus 2013

Mengeluh VS Bersyukur


Akhir-akhir ini ada banyak daftar keluhan yang saya tulis di bagian otak kanan saya sendiri (eh, memori itu tugasnya otak kanan apa otak kiri ya?) Saya lupa dan males googling :D mudah-mudahan bener ya di otak kanan :D

Dan daftar keluhan itu pun berpengaruh sama hidup saya. Saya jadi lebih jauh-jauh sensitiv (apalagi sebelumnya memang super sensitif). Dan saya merasa menjadi orang yang paling unlucky dalam hal ini. Dalam hal apa? For everythings. Dan awal mula keluhan saya adalah (again and again) kenapa saya belum diperbolehkan punya anak. Saya masih belum cukup sehat untuk bisa punya anak lagi. So' saya merasa saya gak bisa jadi orang yang complete dalam hal ini. Dan hal itu pun merembet ke hal-hal lainnya di kehidupan sehari-hari saya. Hingga ada hal kecil yang gak enak dan nyangkut di hidup saya bisa jadi pemicu terbakarnya emosi. Saya ngerasa saya lelah untuk berdoa dan meminta. Mungkin usaha saya memang belum maksimal dalam rangka kesehatan diri. Tapi saya tetap merasa unlucky. Kenapa masih dibiarkan ada penyakit di tubuh saya hingga saya belum boleh punya anak. Rasanya sesaaakkkk ...

Dan lagi-lagi saya marah pada Sang Empunya Kehidupan. Padahal kita semua tahu bahwa yang terbaiklah yang selalu Ia janjikan. Tapi ketidakpunyaan anak dalam hidup saya membuat saya menangis setiap hari di dalam hati. Saya sedih. Padahal saya hanya ingin sehat dan punya anak. Tapi rasanya ... Tuhan selalu membelokkan jalan saya. Yang saya yakin jalan yang Ia tentukan adalah jalan yang baik. Bukan salah jalan, nyasar, atau bahkan buntu. Tapi saya benar-benar lelah dalam menghadapi penyakit yang tidak saya mengerti. Dan masih ada banyak daftar keluhan lainnya di dalam hidup saya. Yang bikin saya gak bersyukur atas apa yang sudah Dia kasih. Dan apa yang saya punya sekarang. Sampai saya dikasih begitu banyak berkah pun, saya masih mengeluh ... Dan tidak berterima kasih pada-Nya.

Tapi, saat ada seseorang yang mengeluhkan hidupnya pada saya lengkap dengan cerita tragis yang harus dia hadapi dalam hidupnya tiba-tiba saya kayak kesentak. Betapa jauh perbandingannya dengan hidup saya yang sempurna (versi saya). Walaupun dengan kondisi tanpa anak dan dengan masih harus berjuang dengan penyakit yang entah kapan akan perginya. Tapi Tuhan satu-satunya tumpuan hidup saya. Di mana tempat saya mengeluh, marah dan protes akan hidup saya yang tidak berjalan dengan apa yang saya inginkan. Tapi saya sadar, bahwa Dialah yang juga memberi saya air di saat saya kehausan dan memberi saya makna di setiap perjalanan. Juga Dialah tempat saya meminta. Saya tak bisa pergi ke mana-mana lagi. Jika saya menginginkan sesuatu, di sana lah tempatnya. Di tempat Sang Pemilik Seluruh Waktu berada. Saya hanya manusia kecil yang sombong. Yang hanya bisa menuntut dan meminta tanpa mensyukuri. Saat saya mendengar sederet keluhan teman-teman saya akan hidupnya yang tidak berjalan dengan baik, rasanya saya ingin berucap Alhamdulilah jutaan kali. Bahwa hidup saya luar biasa senangnya. Dengan atau tanpa jalan yang saya kehendaki. So' saya sadar, bahwa bersyukur itu adalah satu-satunya kunci dan doa. Bersyukur adalah rumus di mana Tuhan akan memberi lebih walaupun kita tidak mengharapkan. Saya sadar, bersyukur juga merupakan salah satu kunci hidup saya. Sesederhana itu ...

Kamis, 01 Agustus 2013

Pamer bukan pameran

AGAIN!!!

Saya ingin sekali membahas lagi tentang memamerkan sesuatu. By the way, sebelum kita loncat ke topik utama, kita telusuri dulu yuk pameran itu artinya apa. You know about acara yang diadakan di suatu tempat dengan tema pameran. Memamerkan sesuatu. Tapi yang dipamerkan merupakan suatu hal yang positif misalnya karya, kreasi atau prestasi. Selain memamerkan, tentu saja maksud dan tujuan pameran adalah mempertunjukkan atau memperkenalkan hasil kreasi, karya dan prestasi tersebut pada masyarakat luas.

Tapi kalo pamer (esspecially pamer harta) itu apa maksudnya?
Sorry but, saya membahas ini bukan untuk mencaci mereka yang sering pamer harta di sosial media atau korban utamanya biasanya di status BBM :D
Tapi lama-lama saya muak sama orang-orang seperti itu. Whatever deh kalo saya dibilang envy atau sirik karena saya gak mampu. Ya emang gak mampu :D Tapi rasanya banyak kok orang-orang yang beneran kaya tapi apa yang dia punya gak di ekspos di media. Liat artis pamer aja enek apalagi yang sama-sekali-bukan-artis :P You know, sekarang banyak banget orang yang motoin barang pribadinya (eh, sebentar. Saya pernah gitu nggak ya). Pernah sih tapi ya bukan harta juga :P
Terus saya gak ngerti banget sama orang-orang yang motoin rumah pribadinya terus dipajang di DP BBM atau di share di beberapa sosial media miliknya. Dari mulai gerasi, ruang tamu, ruang tengah, ruang makan, kamar tidur, sampe halaman belakang dan kamar mandi semua dicapture. Atau maksudnya mereka itu sales rumah? (BOK! Namanya apa ya yang lebih elegan dari sales rumah. Hahaha. Stupid I'am). Broker ya kalo gak salah namanya (googling sendiri deh ya namanya apaan :P)

Atau ada lagi yang hobbi sekali pamer harta lewat status. Ke bank mencairkan duit gede dibilang-bilang, lagi kepengen makan apa dibilang-bilang, lagi ngapain dibilang-bilang, punya barang baru (apalagi mahal dan terkesan anak gaul) dibilang-bilang jugak, sampe hamil aja semua rutinitasnya di share di status udah kayak bikin cerbung aja itu orang-orang. Kesannya semua orang harus tahu kalo semua apa yang dia lakukan itu penting. Wait! Saya pernah mbahas ini sebelumnya dan saya bilang sama diri saya sendiri bahwa dulu waktu umur saya masih di bawah 25 taun saya juga gitu. Tapi mbok ya lama-lama saya belajar juga kan kalo hal itu annoying banget. Apalagi buat orang yang baca. Walaupun status dan DP BBM atau apapun yang kita share di sosial media adalah hak pribadi kita, tapi ya tetep aja ganggu kenyamanan kalo sedikit-sedikit kita ngoceh di sana. Hak pribadi sih hak pribadi, tapi kan yang liat orang banyak. Apalagi kalo orang yang ngocehnya gak sadar umur. DOHhhhh!

Saya sih gak peduli kalo sekarang dibilang orang gila atau orang sirik karna ga mampu sama orang-orang yang punya kebiasaan tadi yang saya sebutkan. Toh suami saya bilang kalo kita itu memang hidup di antara orang-orang yang waras. Dan kayaknya cuma kita yang gila :D

Tapi ya gimana pun juga kita kan hidup di lingkungan yang seperti ini. Jadi mau gak mau harus dijalanin. Karena hal yang sederhana adalah tetap jadi kita yang begini dan gak perlu ikut-ikutan orang. Dan kita sudah berada di lingkungan yang seperti ini ya terima aja. Cuma agak muak dan bosen aja liatnya. Kayak artis-artis ini nih (mending mereka artis punya gaya banyak duit. Lah situ?) :/



Jumat, 28 Juni 2013

Out of comfort zone


Hello theres!!! I'm back! Ihiy. Rasanya sudah bertahun-tahun saya gak nulis di blog ini. Macam rumah kosong yang berdebu aja ini blog gegara jarang disentuh atau dilongok sama penghuninya. And today semangat menulis saya tetiba muncul seiring dengan cerahnya cuaca sore ini (DUH! I'm bad on making the romantic sentence) HAHA. Baiklah. Kita langsung aja mbahas apa yang ingin saya tuangkan sore ini.

Tentang zona nyaman seorang manusia yang banyak sekali ditinggali selayaknya sebuah rumah megah berpenghuni. Lengkap dengan kenyamanannya yang tersedia. Lengkap pula dengan fasilitas yang membaur di dalamnya. Rasanya manusia juga emoh mati kalo liat kenyamanan dunia yang disediakan untuknya. Saya tetiba ingin menulis tentang zona nyaman seorang manusia itu pada saat sedang membaca the-late-birthday-gift from one and only my bestfriend MEI. Saya lagi pengen beli buku titik nol yang harganya 89ribu (kalo gak salah) dan buat saya itu mahal banget. Walopun worth it sih dengan tebelnya yang hampir sama dengan buku partikel dan juga isinya yang bener-bener bikin saya ter-wow-wow (apalah ini bahasanya ter-wow-wow). Hihi.

Dan saya kagum sama penulis yang menceritakan perjalananannya. Keluar dari comfort zone yang hampir jutaan manusia di luar sana mengejarnya. Skip! Saya nggak lagi nulis tentang review buku (saya gak bisa :D). Saya hanya ingin menceritakan sedikit saja pandangan saya tentang zona nyaman seseorang. Can u imagine? Dia (penulis) rela meninggalkan izasah dengan nilai tertinggi kedua (kalo ga salah) di salah satu universitas terkemuka di Cina. Yang untuk mendapatkan itu banyak mahasiswanya yang sampai memilih untuk bunuh diri (silly think. Right?!). Sedangkan dia rela meninggalkan itu semua. Padahal pekerjaan layak dengan label mahasiswa pintar dan kantor mentereng dengan sejumlah gaji yang menggiurkan sudah menantinya di sana. Apalagi rumah pribadi dan sederet fasilitas lainnya yang seolah-olah memang sudah ADA di sana untuknya. Tapi dia rela meninggalkan itu semua karena ia punya mimpi yang orang lain sebut dengan mimpi gila. Yaitu keliling dunia menjadi backpacker dan meninggalkan semua kenyamanan dan keindahan dunia. Semata-mata, ia hanya mencari makna hidup dari sebuah perjalanan. Dan menurut saya, jarang sekali orang yang bisa dan rela mengambil keputusan sepertinya. Bahkan diri saya sendiri pun. Rasanya enggan meninggalkan kenyamanan demi sebuah perjalanan yang bisa dikatakan gak-ada-enak-enaknya-bero :D

And back to zona nyaman yang saya maksud. Kenapa semua orang lebih menginginkan fisik dibanding yang  tidak kasat mata. Makna dari perjalanan hidup saja buat saya itu berkah. Yang sifatnya kasat mata dan tidak terlihat. Dan hanya orang-orang tertentu yang punya 'akal' yang bisa merasakan. Tidakkah mereka menyadari bahwa Tuhan yang mereka sembah setiap hari dan yang mereka temui di dalam shalat yang mereka elu-elukan itu pun tidak kasat mata. Tidak terlihat namun ADA. Tuhan tidak memiliki fisik apapun, tapi NYATA bahwa Dia bisa memberikan kenyamanan. Di luar zona nyaman yang manusia cari. Saya pernah baca quotes yang menyatakan bahwa babi dan kera di hutan saja bisa hidup dan namanya tetap hidup. Tapi selayaknya manusia yang diberi akal, harusnya mencari apa itu hidup. Seiring dengan berjalannya waktu saya pun menyadari bahwa menjalani saja ternyata tidak cukup. Butuh makna yang lebih dari itu tentang hidup.

Makanya saya heran kalau masih begitu banyak orang (Baca : orang-orang di sekitar saya atau yang saya kenal baik) masih memerlihatkan apa yang mereka punya di publik. Khususnya di media sosial atau dunia maya. Saya sering merasa miris aja kalo mereka bawa-bawa nama Tuhan tapi tidak mengerti makna Tuhan sesungguhnya. Eh! Sebentar! Ya emangnya saya ngerti gitu? :D Oke. Anggap saja saya juga tidak atau belum mengerti apa makna Tuhan sesungguhnya di hidup saya. Tapi minimal saya mengerti 'sedikit' saja dari kata Tuhan itu sendiri. Sama halnya dengan penulis yang tadi saya ceritakan. Dia mencari makna hidup dari sebuah perjalanan panjang keliling dunia yang bisa dibilang berat. Tapi saya yakin ujung-ujungnya pencarian manusia itu Tuhan kok. Sama halnya dengan perjalanan hidup saya yang (gak usah kita sebut berat. Tapi katakanlah tidak mudah) ternyata sama halnya dengan perjalanan yang dia lalui. Seputar Tuhan, arena Tuhan, dan kita ada di sekelilingnya. Walaupun prosesnya saja yang berbeda. Tapi maknanya sama. So' beranilah untuk keluar dari zona nyaman yang sudah tersedia. Kadang jalan butut juga perlu kita lewati kok.

Sama halnya dengan jalan hidup saya dan suami. Kadang pada saat sedang jatuh, kami merasa lelah dan ... timbul pertanyaan kenapa hidup kami tidak sama dengan yang orang lain jalani (yang secara kasat mata terlihat mudah). Tapi pada akhirnya saya menyadari. Suami saya tipe orang yang tidak atau sesekali menolak hidup di zona nyaman. Hingga Tuhan mempertemukan kami. Mungkin untuk sama-sama belajar menjajaki hidup rumah tangga di zona yang tidak nyaman. Kayaknya kita berdua emang gak cocok tinggal di zona nyaman :D

UPS! Bukan berarti saya gak mau tidur di kasur empuk dan makan enak ya. Tapi terkadang, hidup di area yang tidak nyaman juga menyenangkan kok. Terlepas dari versi dan pandangan setiap orang tentang nyaman itu sendiri ya. Saya rasa versi setiap orang beda-beda. Kalau menurut orang lain, hidup dengan kasur mahal, AC, dan kamar lega dengan berbagai fasilitas adalah nyaman. Maka buat kami, tidur dengan berpelukan saja nikmatnya sudah melebihi tidur di kasur mahal :D

And this is, the-late-birthday-gift from my only friends MEI. Thanks so much babe ...

Titik nol By Agustinus Wibowo :)

Kamis, 25 April 2013

Apa itu sempurna?


Menurut pengamatan saya pribadi, (Eciyeeehhh. Udah kayak pembawa berita belum bahasanya). Rrrgghh. Just keep it :P Tapi beneran deh, hari ini saya pengen bahas tentang kesempurnaan yang kadang masih nggak saya ngerti. What the meaning dan seperti apa rasanya sempurna di mata orang.

Salah satu temen saya @Samatari pernah tulis status di twitternya tentang ' Kalo merasa segala sesuatunya sedang indah/sempurna pernah takut nggak sih tiba2 Tuhan kasih kejutan apa besok.' Eh, maaf ya calahhh aku lupa tweet pastinya kayak apa. Tapi secara garis besarnya ya begitulah :D 
And then saya retweet dan bilang kadang saya juga takut sama segala sesuatu yang terlihat atau terasa sempurna. Karna apa? Saya tahu yang namanya hidup itu naik turun. Kadang nanjak kadang turun gitu. Jadi waktu saya beres nanjak dan ada di atas, saya ngerasa takut untuk turun. Dan hal ini ada hubungannya dengan relationship saya. Saya merasa hubungan pernikahan saya luar biasa hebat dan sempurna ( I means, on my version ya) , selain saya bersyukur kadang saya jadi mikir balik apakah ada yang salah sama hubungan saya dengan suami?

Intinya begini, dari dulu orang-orang di sekitar saya selalu mendoktrin saya tentang cerira-cerita pernikahan yang dianggap gagal itu yang bagaimana. Dan hal itu sering kali nempel di pikiran saya. Dan saya takut menjadi salah satu di antara mereka (secara track record pacarannya gagal kabeehhh) :D 
Sampai akhirnya saya menjalani pernikahan itu sendiri, saya sering merasa apa pernikahan saya ada yang salah? Apa besok-besok saya harus terima kenyataan pahit? Seolah saya lagi hidup di negri dongeng terus tiba-tiba dibangunin aja gitu disuruh ngerassain gak enaknya nikah. Terus saya kembali ngehadep ke kenyataan yang ternyata gak seindah di negri dongeng. Padahal kalo saya liat lagi figur pernikahan yang baik-baik aja dan sempurna itu ternyata banyak kok. Dan ternyata mereka baik-baik aja sampai sekarang. So' kenapa harus merasa ada yang salah saat pernikahan saya terkesan sempurna. Sekali lagi saya bilang bahwa sempurna di sini relativ ya. Kalo buat saya sempurna kan belum tentu buat orang lain iya.

Saya dan suami sebenernya gak pernah muluk-muluk sih untuk punya hubungan atau isi pernikahan yang romantis or whattever like that. Kita berdua cuma merasa takut aja gitu menjadi salah satu dari pernikahan yang gagal. Atau andai kata awet tapi sepanjang pernikahan salah satu atau kedua belah pihak ngebatin. Nggak mau gitu juga sih! So' we choose to be happy. Karna kita menikah untuk memilih pasangan yang tepat, jadi harus memilih yang baik dan happy untuk dua-duanya donk ya. Bukan salah satu. Jadi dari awal pacaran kita berdua belajar banyak hal. Untuk saling mengerti dan memahami itu seperti apa. Sebenernya selalu belajar sih sampe sekarang jugak. Dan akan selalu begitu sampe kita tua. Jadi saat menjalani pernikahan kita berdua nggak kaget. Walopun ternyata masih banyak juga yang harus kita berdua pelajari. Karena ya itu tadi, anggep aja sekolah. Gak akan pernah berhenti untuk belajar. Dan akan selalu ada ujian.

Makanya setiap liat temen yang mau nikah itu kadang saya pengen banget bilang kalo menikah itu bukan hanya tentang ibadah, tidur berdua, ketemu tiap hari, dan sebagainya. Tapi tentang belajar. Sama-sama belajar bagaimana caranya memahami dan mengerti. Untuk kami yang selalu belajar dari dulu aja ternyata tidak mudah. Makanya mereka yang mau nikah terus udah kadung mikir yang tinggi-tinggi buat saya sih sayang aja. Karena menikah itu pilihan yang diambil untuk seumur hidup loh. Apalagi sangat disayangkan untuk orang-orang yang lebih mentingin pesta pernikahannya aja. Duh sayang banget sumpah. Karena pahala dalam menikah juga lebih dari itu maknanya.

So' saya sih nggak berhenti bersyukur karena selalu memiliki hubungan yang baik dengan suami. Bukan berarti kita nggak pernah berantem, bukan berarti kita selalu ngalah-ngalah aja (sering malah saya punya rasa egois lebih dari dia), dan bukan berarti kita merasa sudah dapet pasangan sempurna (suami saya masih sering ngeledekin saya ini itu). Tapi dari cara kami memperlakukan masing-masing, dan cara kami memahami apa yang nggak kami ngerti dari pasangan itu yang kadang banyak manfaatnya buat kami berdua.

And then ... for you, a single ladies. Carilah orang yang tepat buat kamu, bukan harus mencari yang semuanya harus sesuai dengan yang kamu mau. Dan jika sudah menikah, jangan pernah lelah dan berhenti belajar ...

:))

Selasa, 19 Maret 2013

Apakah nanti surga itu akan seperti ini?



Setelah lepas dari yang namanya kemoterapi? Tuhaaaannnn ... Rasanyaaaa. Kayak jalan di awan dengan kecepatan seimbang. Bisa lihat semua yang indah-indah diliat dari perspektif atas. Lalu merasakan angin yang sejuk. Dan kalau saya berada di awan kesannya gak seberapa jauh dari rumah Tuhan :)

Duoh. Filosofinya terlalu membahana begini yak :')

Tapi selebay-lebaynya perumpamaan tadi, buat saya itu nyata sekali. Saya seperti jadi bagian dari tetek bengek surga. Saking indahnya hidup tanpa kemoterapi. Sorry for the lebay think I have. Padahal kemoterapi itulah yang menyembuhkan saya dari penyakit yang bisa dibilang ringan tapi juga bisa dibilang berat. Tapi memang efeknya itu bikin saya gak yakin apa saya masih bisa menjalani hidup. Apa saya masih bisa kembali normal ke sebelum saya kemoterapi. Dan apa saya masih bisa menikmati hidup kayak dulu? Tapi ternyata, TUHAN! Saya gak percaya kalo saya masih bisa. Being normal again. Duh, gak tahu deh harus ngungkapinnya gimana.

Maaf kalo lagi-lagi saya harus mbahas kemoterapi di blog saya yang tercinta ini. Apakah masih ada yang mau baca atau nggak biarlah. Yang pasti saya bahagia bisa nulis pengalaman saya yang gak mudah di sini. Intinya, kalo orang bilang surga dunia itu mungkin dapet undian milyaran rupiah, bisa punya rumah berapa kali lipatnya negara Indonesia, atau bahkan malam pertama. Buat saya surga dunia itu cukup dengan bebas kemoterapi, menjalani hidup seperti sedia kala, hidup bahagia bersama keluarga dan suami saya. Tentunya dalam keadaan kami sehat. Udah. Cukup bahkan lebih dari cukup.

Minggu lalu saya cek up lagi ke dokter. Lalu dokter lihat perkembangan saya yang sangat signifikan. Dan dia bilang kalo 6 bulan ke depan HCG saya selalu normal, siklus menstruasi saya normal, dan saya sehat, saya sudah diperbolehkan punya anak. Duh waktu denger itu rasanya saya legaaaa banget. Tuhan, jika Engkau mengizinkan mau banget saya punya anak walaupun masih harus nunggu beberapa bulan lagi. Mau banget saya hamil lagi setelah kehamilan pertama saya yang kemarin gak sesuai dengan apa yang saya harapkan. Tapi saya masih mau, SUER :')

Sekarang, rambut saya udah mulai tumbuh banyak. Kulit saya yang tadinya menghitam efek kemoterapi udah mulai memutih lagi sedikit demi sedikit. Kuku saya juga udah hampir normal. Tadinya serem banget liat kuku saya menghitam. And you know what? KETOMBE! Setelah sebulan lebih saya lepas dari kemo, kemarin saya nemu ketombe di rambut saya dan itu rasanya kok bahagia ya (emang sih ini aneh banget). But serious, selama kemo jerawat ketombe dan hal-hal sepele kayak gitu sempet cuti sementara dari hidup saya. Walaupun jerawat dan ketombe bukan hal yang baik dan gak saya suka tapi saat mereka datang kembali saya kok rasanya gimanaaa gitu.

I feel so' normal. Sangat-sangat normal. Gak nyangka aja, waktu saya jalan-jalan berdua dengan suami gitu saya kayak lupa kalo saya pernah sakit lumayan parah. Tuhan baik banget sama saya sumpah! Dia memberi apa yang gak pernah kepikir di hidup saya bahwa saya bakal dapet itu. Dan Dia memberi banyak hal yang rasanya pait dan gak enak tapi ampasnya manis banget. Dan saya percaya bahwa tidak semua orang bisa dapet berkah seperti itu. Rasa bersyukur bahwa saya masih bisa hidup dan merasa bahagia itu tak tertandingi aja gitu. Walaupun setelah semua yang buruk sudah berakhir tapi saya masih harus menghadapi kenyataan-kenyataan hidup yang gak mudah, tapi rasanya apa yang Tuhan kasih ke saya udah lebih dari cukup. Dan walaupun jujur aja saya masih suka mengeluh dan marah-marah sama Tuhan saat ada banyak hal berat yang masih harus saya tanggung setelah saya sembuh dari sakit, tapi diluar itu semua rasa syukur saya mungkin sebesar luasnya surga. Baiklah kalo yang barusan itu emang berlebihan, but I wonder apakah surgaNya Tuhan itu seindah apa yang saya rasakan sekarang? Atau bahkan lebih indah lagi? 

Only God knows :')

Jumat, 08 Maret 2013

Merenung atau direnungi?

Hhhhhh *ceritanya menghela nafas panjang*
Udah dari kapan ya saya jarang posting tulisan di blog lagi? Kadang khawatir pembaca bosan baca tulisan saya tentang sakit terus. Iya maksudnya tulisan tentang saya sehat itu jauh lebih baik kan? ;)

Masa-masa di mana saya harus bulak balik untuk rawat inap di rumah sakit itu sudah berlalu. Sudah sekitar 1 bulan lamanya. Tapi ketakutan akan kembali lagi ke masa-masa itu atau mengalami lagi benar-benar bikin saya takut. Pikiran saya jauhhh sekali melanglang ke sana, sepersekian detik dari saat otak saya memang sedang bekerja. Memang tidak banyak tapi lumayan sering. Tapi ya mau gimana lagi, berdoa selalu. Berusaha untuk yakin dan percaya bahwa Tuhan sudah mengatur segala sesuatunya dengan sangat baik sudah, berusaha untuk hidup lebih sehat dibanding sebelum sakit juga sudah. Jadi hasil akhirnya serahkan saja pada Tuhan. Saya memang sedang belajar pasrah. Pasrah akan hidup saya. Pasrah pada Dia, yang ber-Hak.

Tugas saya sekarang adalah melanjutkan hidup. Tentunya dengan yang lebih baik. Tapi, gimana ya namanya juga hidup. Dan serialnya tetap harus berjalan. Setelah kemoterapi berakhir, saya bebas dari menghadapi rasa sakit dan sebagainya. Tapi tidak semudah kelihatannya. Saya dan suami saya masih harus berjuang. Berjuang dalam banyak hal. Saya berusaha untuk selalu kuat. Karena lagi-lagi kuat adalah pilihan terakhir saat Tuhan mengharuskan kita untuk kuat. Namun saya juga tidak sekuat kelihatannya. Saya masih sering menangis, mengeluh, marah pada Tuhan, menyalahkan keadaan, dan hal-hal buruk lainnya. Dan menyesali keadaan kemarin. Lalu berandai-andai sendiri andaikan kemarin itu saya tidak sakit. Yess, I'm!!

Padahal Tuhan sedang menggojlok saya agar apa? Agar lebih ikhlas menerima sesuatu yang tidak saya harapkan. Minimal berani menghadapi kenyataan yang kadang tidak/bukan yang saya mau. Memang gak mudah. But trust me, saya selalu berusaha. Mendadak saya ingat hal-hal yang saya minta pada Tuhan sebelum sakit. Tentang saya yang ingin punya banyak waktu menulis. Tuhan kasih. Tentang saya yang ingin punya kegiatan amal yang memang pada dasarnya ingin membantu orang-orang yang membutuhkan. Tuhan kasih. Kurang baik apa cobak Dia mengabulkan permintaan saya. Lalu kenapa saya masih saja mengeluh? Bahkan teramat sering. Itu yang selalu jadi pertanyaan saya setiap hari. Tapi masih suliiiit saya lakukan.

Dan hari ini saya dapet kabar bahwa saya dapat kenang-kenangan giveaway yang diadakan oleh Mbak @puanlangit . Terima kasih banyak Mbak. Saya salah satu orang yang mengirim tulisan yang dia kasih kenang-kenangan. Yang ajaib, alasan dia bikin giveaway itu karna dia ingin belajar lebih bersyukur dengan belajar dari pengalaman orang lain tentang doa dan kesabaran. Saya melihat, semuanya benar-benar sudah diatur demikian rapi oleh Tuhan. Seolah-olah kami harus sama-sama belajar. Saya dikasih sakit tapi berkah ini, agar supaya orang-orang bisa belajar dari pengalaman saya. Maaf bukan sombong atau apa, karna saya tidak mau menjadikan pengalaman sakit saya kemarin jadi sebuah pembelaan/pembenaran akan setiap langkah yang saya ambil. Setiap saya kirim tulisan (kemanapun) tentang pengalaman sakit saya itu, saya selalu berfikir minimal kalaupun tidak menang tapi orang-orang yang membaca bisa belajar dari tulisan saya. Dan memang saya mau, orang-orang bisa lebih belajar mencintai Tuhan. Bukan berarti saya sudah bisa sepenuhnya. Setiap hari, saya pun belajar. Baik dari pengalaman sendiri ataupun dari pengalaman orang lain. Tak peduli medianya dari mana, yang penting belajar. 

Dan ada manfaat yang bisa saya dapat dari sana :">

" Thank God I'm alive."




Rabu, 27 Februari 2013

Menjadi Penulis Lepas



Hhhhhh ... Siapa bilang nulis itu gampang, mudah dan gak keren? Banyak sih yang bilang. Dan yang bilang itu orang-orang yang tidak mengerti bagaimana menjadi seorang penulis. Atau bagaimana teknik menulis yang baik. Apalagi orang-orang yang beranggapan bahwa hasil dari nulis itu gak akan seberapa (secara ya, zaman sekarang orang mau melakukan sesuatu karna ada hubungannya dengan duit. Di luar itu, they say NO!) Bahkan waktu saya ikut komunitas amal aja ada seorang temen yang nyangkanya saya bekerja untuk mereka. Dan bekerja di sini dalam arti, DIBAYAR. Padahal namanya beramal kan, bukan cari duit. Beramal dan bekerja, dari suku kata dan artinya aja udah beda!

Balik lagi ke menulis. Saya hobby menulis sejak kecil. Dan mulai menjadikan itu cita-cita setelah menjelang besar (sebutan pastinya ABG mungkin yah) :)) Dan sekarang setelah pure jadi Ibu rumah tangga saya mulai menjadikan menulis itu profesi. Kalau profesi, ada embel-embel uang kan? Padahal ada seorang temen saya lagi yang bilang bahwa jangan menjadikan menulis itu profesi. Suami saya pun bilang begitu. Bukan karena itu konotasinya negatif. Tapi kalau profesi, patokan kita hanya uang. Khawatir melupakan kualitas. Maksudnya begitu. Tapi karna 1 dan lain hal, saya mencoba untuk menjadikan itu profesi.

Dan saya memilih menjadi penulis lepas (berbayar). kalau dilihat dari segi uang, jelas tidak besar jumlahnya. Tapi lumayan ya bok, buat belanja online :D Lalu dari banyak situs yang saya lihat di internet tentang penulis lepas yang dibayar sedikit tidak sedikit orang yang tidak terima karena bayarannya kecil. Katanya seolah tidak menghargai penulis. Dan menulis itu kan hasil pemikiran yang tidak mudah. Bukan berarti saya setuju dengan bayaran kecil. tapi menurut saya, jika ingin mendapat penghasilan yang besar dan ternyata dari menulis itu kecil ya kenapa gak coba cari yang penghasilannya besar. 

Sederhananya begini, segala sesuatu yang kita kerjakan jika kita sukai pasti tujuan utamanya tidak akan mengarah ke uang. Karna jelas kita menyukai jenis pekerjaannya. Tapi jika tujuan utama cari uang yang banyak, ya berusahalah di pekerjaan yang memang layak mendapat bayaran tinggi dan bergengsi. Dan banyak pula yang bilang bahwa menulis itu butuh hati yang besar. Selain dari hasil kecil yang didapat, juga terhadap berbagai kritik orang mengenai tulisan kita. Saya keluar kerja lalu memutuskan untuk jadi Ibu rumah tangga agar punya banyak waktu menulis, karna memang keadaan. Saya sempat sakit cukup lama. Tapi banyak orang di luar sana yang dengan berani mengambil keputusan untuk keluar dari pekerjaannya lalu ia menjadi full time writer. Dibanding saya, mereka jauh lebih hebat. Berani mengambil dan menghadapi berbagai resiko. Tapi kan, suatu hari nanti mereka tinggal memetik hasil yang dicapai. Be a pure writer. Saya mau jadi salah satu dari mereka. Walaupun mengesampingkan tujuan materi memang agak sulit, hehe (jujur donk!). Tapi selama kita menyukai dan menikmati apa yang kita kerjakan, saya percaya itu akan mengurangi jumlah keluhan :)

Minggu, 17 Februari 2013

#LoveAction with @BFLactBandung :)

Baiklah. Senin moody ini adalah senin yang paling good feelin selama saya hidup di dunia (OK. Itu lebay) :D Tapi, senin ini adalah efek baik dari 'feelin good by doing good' moment hari Minggu kemarin :')

Tanggal 17 Feb 2013 jadi moment berharga buat kami kakak-kakak fasil yang mau dengan ikhlas jadi volunteer acara #LoveAction di Panti Asuhan Bandung. Aksi amal di bulan Febuari ini diadakan dalam rangka hari kasih sayang. Atau let say, berbagi kasih sayang dengan adik-adik di panti asuhan. Komunitas khusus area Bandung ini, terbilang mentah. Karena baru banget mau dan akan dibentuk. Tapi Alhamdulillah, dengan niat tulus kami ingin berbagi dan membantu adik-adik di panti tanpa modus terselebung apapun. Tuhan berperan serta dalam pembentukan dan persiapan aksi ini. Tak hentinya saya berterima kasih, karena Tuhan sangat merestui niat kami dan mempermudah acara ini dari awal hingga di hari-H.

Tak ada yang lebih membahagiakan lagi saat saya melihat kebahagiaan mereka menyambut kedatangan kami. Dan sumbangan yang pada awalnya minim dana serta keterbatasan sumbangan ternyata melimpah ruah menjelang hari H serta di hari H. Subhanallah sekali mereka yang dengan tulus mau menyumbang untuk adik-adik kami. Semoga Tuhan membalas kebaikan mereka dengan berkah yang juga luar biasa berlimpah. Amin Ya Rabb.

Dan saya juga salut double-double sama kakak-kakak volunteer yang di tengah kesibukan mereka masih mau menyempatkan diri untuk bergabung, ikut mempersiapkan, ikut menyumbang ide, ikut menyumbang banyak hal untuk adaik-adik di sana. Dan semoga kakak-kakak fasil juga diberi sehat dan bahagia oleh Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin.

Karena buat saya pribadi, yang namanya menyumbang, membantu, menolong, dan mau berpartisipasi tanpa bayaran apapun sungguh sebuah panggilan hati. Walaupun saat itu yang menyumbang dana tidak seberapa, tapi buat kami sumbangan itu jumlahnya sangat besar. Karena, (lagi-lagi) menyisihkan sebagian harta kita (walaupun sedikit) untuk amal itu biasanya disertai keengganan yang luar biasa berat untuk sebagian orang. Apalagi jika jumlah yang disumbang banyak. Itu artinya, sungguh mulia sekali hati mereka :') 

Dan saya bersyukur, saya bisa ikut berpartisipasi dalam menolong orang. Walaupun tidak banyak yang bisa saya kasih ke mereka, tapi melihat kebahagiaan mereka saja itu sungguh luar biasa buat saya bahagia. Anak-anak itu tidak pernah minta dilahirkan. Tidak pernah minta untuk dikirim ke dunia. Jadi, jika mereka dikirim Tuhan ke dunia dengan 'berbagai hal kekejaman yang ia dapat semasa hidup' , buat saya sungguh tidak adil. Saya ingat dulu pernah ada yang bilang bahwa, kebahagiaan itu hak mutlak setiap orang. Jadi, kebahagiaan itu tidak dipilih. Tapi kita memilih ;')
Dan saya berdoa, semoga Tuhan juga selalu memberi adik-adik di sana kesehatan dan kebahagiaan. Serta punya masa depan yang sesuai dengan apa yang mereka mau. Amin Ya rabbal Alamin O:)


Beberapa sumbangan sembako, makanan, mainan, buku, and all


Perpus mini yang mudah-mudahan bisa jadi perpus besar


Pembukaan acara


Lihat wajah2 innocent mereka :')


Penutupan acara


Hadiah games


Kakak-kakak fasil :')

We're going miss u all, babe ... *Big love and hugs*

Kamis, 14 Februari 2013

End of the fucking chemo treatment

Selamat siang blogger, rasanya siang ini ingin berteriaaak ... AKHIRNYAAAA!!!!

Pengobatan yang melelahkan ini berakhir juga. I'm totally free from this fucking chemo!!!
Setelah kemo ke-6 kemarin, lalu menunggu hasil lab seminggu kemudian. Akhirnya saya dibebaskan dari kemoterapi. Itupun setelah saya melewati beberapa rintangan terlebih dahulu. Kalau istilah anak SD-nya, saya sempat musuhan dulu sama Tuhan karena merasa doa saya tidak didengar (terdengar kafir ya itu kalimat) :))

Dua minggu setelah kemoterapi ke-5, HCG saya 1,83. Karena perjanjian awal dengan dokter tinggal 2 kali lagi kemotrapi, so' saya dan keluarga hanya berfikir bahwa tinggal 1 kali lagi kemoterapi setelah 1,83 ini. Tapi ternyata dokter bilang, kita lihat hasil HCG setelah ini. Kalau bisa turun sampai 0 koma sekian kemoterapi bisa dihentikan. Tapi jika belum, tambah lagi 1 kali. Dan kami sekeluarga seperti berlomba-lomba berdoa pada Tuhan agar HCG saya di angka 0 koma. Kami juga optimis dan yakin kalau setelah ini akan jadi kemo terakhir. Saya yang biasanya pesimis pun mencoba untuk optimis. Mencoba untuk yakin bahwa Tuhan sepenuhnya akan mengabulkan doa kami.

Subhanallah, di kemo ke-6 efek dari kemonya luar biasa menyakitkan. Tentunya selain mual muntah yang berkepanjangan, seluruh badan saya sakit sekali. Saya merasa (maaf) lumpuh sementara. Menggerakkan badan sedikit saja sakitnya luar biasa. Saya nggak tahu apa saya yang manja tidak bisa melawan rasa sakit, atau memang badan saya sudah sepenuhnya menolak obat-obatan itu masuk ke tubuh saya sehingga rasa sakitnya luar biasa. Saya sampai berfikir, saya bisa saja meninggal gegara efek kemoterapi itu. Seriously, akal sehat saya seolah sudah tak bisa diajak kompromi untuk bersatu melawan rasa sakit.

Setelah kemo ke-6 tersebut, saya mulai menata hidup sedikit demi sedikit. Dengan modal keyakinan dan doa bahwa saya memang tidak akan kemoterapi lagi. Saya juga mulai membuat planning-planning baru untuk kelanjutan hidup saya. Hingga saatnya tiba saya harus melihat hasil HCG. Namun betapa kecewanya saya ketika hasilnya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Penurunan rata-rata yang biasanya 90% mendadak jadi hanya 30%. HCG saya turun, tapi hanya sedikit. Dia berhenti di angka 1,21. Tuhan! Saat itu juga saya menangis. Saya menangis dan menangis. Saya dan keluarga merasa kami sudah melakukan apa yang memang harus kami lakukan. Berdoa dan meminta pada Tuhan, dan mempercayakan semua hasilnya pada-Nya. Tapi kenapa hasilnya sungguh mengecewakan. Dan bayangan kemoterapi selanjutnya menjadi hantu yang menakutkan untuk saya.

Untuk saya pribadi, kejadian itu sangat memukul. Hati saya berontak. Otak saya menolak menatah-mentah. Dan seumur hidup, saya baru merasakan ada penolakan yang begitu hebat terhadap sesuatu. Yaitu terhadap kemoterapi ini. Jiwa dan tubuh saya sudah benar-benar tidak mau tahu akan adanya obat-obatan yang akan masuk lagi ke tubuh saya. Saya pun menolak. Tapi orang tua saya merayu saya agar mau 1 kali lagi kemoterapi. Mereka bilang perjalanan saya yang panjang ini akan sia-sia jika saya menyerah. Walaupun saya juga mati-matian mencoba untuk menerima, tapi tetap. Saya MENOLAK!

Satu hal yang pasti. Saat itu saya merasa sangat MARAH yang luar biasa pada Tuhan. Saya merasa sudah cukup apa yang saya lakukan untuk Dia tapi Dia belum juga mengabulkan permintaan saya. Saya tahu kalimat tadi terdengar tidak sopan, terdengar hina, terdengar 'memangnya saya siapa berani-beraninya marah pada Tuhan'. Tapi entahlah, saya benar-benar merasa bahwa Tuhan memang sedang menyaksikan kemarahan saya. Saya menangis sambil berkata, What do You want from me God? And I can't trust anything. Saya tetiba tidak percaya pada doa, harapan, dan pikiran optimis. Saya merasa semuanya sangat sia-sia. And my hubey just hug me and say, " Kalau kamu merasa sudah tidak kuat. Berhentilah. Toh tidak ada jaminan pasti apakah kemoterapi ini akan benar-benar bikin kamu sembuh. Dan serahkan saja semuanya sama Tuhan" Saya tidak mengerti, insting hati dan pikiran saya sangat bertolak belakang.

Hingga akhirnya, dokter bilang dengan entengnya bahwa HCG saya masih normal. Dan memang yang penting normal tidak di atas 5. Jadi, ya sudah kemoterapi ini bisa dihentikan. Alhamdulillahhhh. Ternyata Tuhan memang mendengar doa kami semua. Rasanya maluuuu sekali saya sudah berburuk sangka pada-Nya. Berulang kali saya sisipkan maaf di setiap doa saya. Dan saya percaya bahwa Tuhan Maha Pemaaf. Sayanya aja yang kurang ajar. And now, I stand up to facing everything. Saya harus siap menghadapi segala hal. Saya harus menunggu 1 tahun untuk punya anak. Dan masih kontrol HCG 2 minggu sekali. 

Terima kasih Tuhan, Engkau selalu menjadi pelindung di setiap kesulitan. Dan terima kasih semesta, sudah berkonspirasi dengan alam yang juga ikut mengabulkan doa saya. Saya masih selalu berdoa dan meminta bahwa setelah ini, kejadian-kejadian buruk kemarin tidak akan terulang. Tak ada lagi yang namanya kemoterapi, TTG, atau bolak balik rumah sakit (kecuali jika nanti saya melahirkan). Saya harap setelah ini, saya mulai menata kembali puing-puing yang kemarin sempat hilang. Dan saya akan tetap menjalani keseharian saya sebagai penulis. Thanks All, thanks for reading my story :)

Sabtu, 26 Januari 2013

I have no hair



Source : from google.com

Mengingat post blog saya yang sebelum ini, saya ingin membahas sedikit tentang rontoknya rambut saya. Memang sebenernya gak gitu penting. Siape elo kalo kepala lo botak :P
Tapi ini tentang makna kehilangan (lagi-lagi saya belajar dari sebuah kehilangan). Why? Why God must take my hair from my head? WHY?! Pada awalnya itu yang ada di pikiran saya. Sampai pada akhirnya saya membiasakan diri dengan hidup tanpa memiliki helai-helai rambut. And I do it so' well ;)

Satu per satu rambut saya berjatuhan. Setiap hari setiap detik setiap saya bergerak. Rasanya tak ada yang lebih melelahkan dari memungut rambut-rambut saya yang berjatuhan setiap hari. Mama mengumpulkan rambut-rambut yang (berhasil) kami dapat di dalam sebuah keresek. Katanya kenang-kenangan. Satu hal yang pada akhirnya buat saya takjub diikuti rasa bersyukur. Rambut saya sudah rontok banyak, bahkan tak ada jeda setiap waktunya. Tapi saat dilihat kembali, rambut saya yang sudah jatuh di dalam keresek saja jumlahnya sudah sangat banyak. Belum yang jatuh tersapu. Atau yang saya buang di kamar mandi. Belum juga yang jatuh di tempat lain. And you know what? Di kepala saya masih banyak terdapat rambut yang menempel. Walaupun sebagian pitak, dan lama-lama botak di bagian atas. Tapi sisanya masih banyak. Begitu baiknya Tuhan kasih saya rambut tebal. Padahal dulu saya sering mengeluh dengan rambut tebal saya. Karena susah banget diatur. Sedangkan teman-teman saya punya rambut yang tipis dan lurus, nggak bandel. Sedangkan saya, ditipisin ke salon aja udah tebal lagi dalam hitungan minggu.

BUT NOW, saya luar biasa bersyukur. Kalau dulu rambut saya tipis, dalam hitungan hari mungkin saya langsung botak gitu aja. Tapi dengan ketebalan rambut tersebut, rambut saya masih bisa bertahan di kepala jauh lebih lama. Sampai kemoterapi ke-6 kemarin akhirnya saya memutuskan memangkas habis rambut saya yang tersisa di kepala. Biar gak usah nunggu lama untuk rontok semua. Dan biar bakal-bakal rambut yang akan tumbuh juga cepat tumbuhnya.

And JRENG! I have no hair. When I see myself on mirrorr, saya seperti melihat orang lain. Bukan orang lain dalam arti wujud orang lain. Tapi dalam arti saya yang lain. Saya dengan pribadi yang berbeda. Sedih memang melihat kepala saya tanpa rambut, saya bahkan sering bilang pada suami saya dimohon untuk tidak ilfeel :D Tapi thank God, kepala botak saya selalu kami jadikan lelucon. He always kiss me, when I say that saya nggak PD sama saya yang sekarang. He always said, I'm beautyfull for him :')

Banyak juga yang menyarankan saya agar pakai kerudung. Akan saya bahas sedikit di sini. Mohon maaf sebelumnya saya tidak ada maksud menyinggung siapapun. Ini murni pendapat pribadi saya. For me, berkerudung itu adalah komitmen saya dengan Tuhan. Bukan hanya sekadar menutup aurat saja. Dan kenapa harus komitmen? Itu artinya saya harus mulai membiasakan diri dengan memperbaiki diri dari hal-hal kecil. Dalam hal ibadah pada Tuhan. Dengan begitu, saya nggak asal pake dengan tujuan hanya menutup aurat atau demi mengabdi pada suami. Saya tahu ada ayat dalam al-qur'an yang menjelaskan tentang menutup aurat dan pengabdian pada suami. Bukan berarti saya tidak mau mengabdi pada suami. tapi, memakai kerudung itu is just physicaly. Saya yakin Tuhan pun akan setuju bahwa hal-hal baik itu datangnya dari dalam hati kita sendiri. 

Jadi, bukan tidak mau tapi saya belum sepenuhnya siap memakai kerudung. Apalagi kalau niatnya karena ingin menutup kekurangan. Bukan karena dari hati, karena pengabdian kita pada Tuhan. Saya masih bisa pakai penutup kepala/wig or whatever like that. So I change my style of it :D

Jadi, simple saja. Bahwa segala hal yang kita punya di dunia ini bahkan sehelai rambut pun. Itu bukan milik kita. Itu sepenuhnya milik Sang Pencipta. Dan Dia bisa mengambilnya kapan saja. Jika saya selalu menerapkan cara hidup berke-Tuhan-an, pada akhirnya saya siap dengan keadaan tak punya rambut. Dan saya sedikit demi sedikit mulai menerima keadaan ini. Saya percaya, Tuhan akan kasih apa yang saya pesan dalam do'a di saat yang sangat tepat. Dan jika tidak, Ia akan mengganti dengan yang lebih baik.

For a such thing, I gratefull much to God. For everythings, what God gave me ;)

Jumat, 18 Januari 2013

Hujan pun ada masanya reda

Baiklah, setelah sekian lama saya menghilang dari blog ini lalu saya jadi buronan gegara jarang nulis (bohong denk!) :D saya pun akhirnya mau menulis lagi. Mudah-mudahan tak ada yang bosan membaca kisah penyakit saya. Hope, it'll be an inspirational story for everyone. Siapapun. Yeah, hope :)

Saya akan mulai dari cerita terakhir saya tentang penggantian renjimen (bahasanya dokter) kemoterapi dari MTX ke EMACO. Setelah kemoterapi ke-3 yaitu EMACO pertama, HCG saya kembali turun drastis. Dari 1000 menginjak ke angka 100. And it's great. Bahagia sekali rasanya. Walaupun membayangkan efek-efek dramatis yang harus saya lalui setiap sehabis kemoterapi. And thank God, saya pernah bilang bahwa kelak air mata saya akan berharga. Akan ada pelangi setelah hujan turun. Dan judul blog saya ini bukan tentang hujan sebenarnya (terlepas dari bencana banjir yang sedang melanda Ibukota) :( tapi ini murni tentang cerita penyakit saya.

Setelah kemoterapi ke-4 akhirnya dokter kasih saya waktu 2 minggu. Karena tadinya dokter kasih saya waktu 1 minggu. Ternyata pemulihannya kurang, sampai saya sempat harus tranfusi darah 1 labu gara-gara HB saya turun. Penyebabnya muntah-muntah yang sering itu. Melihat penurunan HCG yang bagus dokter pun kasih waktu jeda 2 minggu. Alhamdulilah. Buat saya itu salah satu mukjizat dari Tuhan. God is always hear my pray. I love it. Dan dalam jangka waktu 2 minggu itu benar-benar saya manfaatkan waktunya untuk pemulihan dengan makan yang banyak. Dan penaikan berat badan lagi. Gak susah emang kalo naikin berat badan berhubung saya suka sekali makan (Damn! Konotasi suka sekali makan ini maksudnya rakus ya) :D

Setelah kemoterapi ke-4. HCG saya turun kembali menjadi 6. Tuhan! Yang saya tahu, angka negativ target saya dengan dokter itu adalah di bawah 5. Dan angka 6 ini angka yang nanggung sekali. Jika saya sudah mencapai angka di bawah 5, sudah terprediksi kemoterapi saya tinggal 2 kali. Saya jelaskan sedikit kenapa harus ada penambahan 2 kali setelah kita mencapai angka negativ. Dokter bilang, agar penyakit saya tidak muncul kembali. Dan agar sel-sel yang berencana untuk tumbuh tidak jadi tumbuh. Baiklah, kalau tujuannya baik saya ikuti. Dan waktu melihat angka 6 di HCG saya, sebenarnya saya sangat bersyukur. Bersyukur karena turun, tidak naik atau tetap. Hanya tanggung saja. Tapi tak apa, saya sudah bahagia. Saya bilang pada orang tua saya, sebenarnya membayangkan harus kemoterapi 2 kali lagi saja pembayangannya sudah cukup berat. Apalagi masih 3 kali. Dan sayup-sayup saya dengar mereka bilang bahwa sebenarnya mereka pun tak tega melihat saya kemoterapi. And I'm craying alone. Saya semakin bertekad untuk harus sembuh dan kuat menjalani efek-efek kemonya demi mereka. Juga demia suami saya.

Alhamdulillah. Saat kontrol ke dokter, dokter bilang hasilnya bagus. Walau saya bilang angkanya nanggung. Ternyata! Ada lagi keajaiban dari Tuhan. Dokter bilang, HCG saya sudah normal. Dan kemoterapi saya tinggal 2 kali lagi. Saya sampai berteriak kegirangan. Sampai harus make sure berkali-kali pada dokter bahwa kemoterapi saya benar-benar tinggal 2 kali. Saya pun bertanya, kenapa sudah dinyatakan normal sedangkan setahu saya angka normal itu di bawah 5. Tapi dokter bilang, sebenarnya di bawah 10 juga itu sudah terbilang normal. Memang sih tiap dokter tindakannya beda-beda. Yang saya tahu, dokter lain tetap harus di bawah 5 untuk mencapai batas normal. But I beleive in the doctor. Dan saya percaya pada Tuhan. Apapun rencana baik yang sudah Ia rencanakan untuk saya, saya percaya itu baik juga untuk hidup saya. 

Kemoterapi ke-5. Rasanya jauhhhh lebih sulit dari sebelumnya. Bahkan pemulihan di rumah saja sampai 3 hari. Padahal biasanya 2 hari cukup. Di hari ke-3 saya sudah bisa makan sedikit-sedikit. Tapi kemarin itu, saya baru bisa makan di hari ke-4. Dan agak banyak keluhan di badan saya. Di bagian sana sini sakit sekali. Tapi di hari ke-4, masa-masa kritis saya sudah lewat. Dan segalanya lancar kembali. Alhamdulilah.

Rasanya kaya mimpi. Sedikit demi sedikit segalanya mulai mencapai batas normal. Oh, ya. Saya lupa cerita. Di kemoterapi yang ke-4. Rambut saya mulai rontok. Saya sempat menangis histeris melihat rambut saya rontok begitu banyak. Tapi keluarga saya selalu support. Mereka gak khawatir saya jadi botak selama bisa tumbuh lagi. Dan mereka tidak terlihat malu melihat saya botak. Pada akhirnya saya belajar meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya hanya belum terbiasa dengan mulai berjatuhannya rambut saya satu per satu. Banyak yang menyarankan saya pakai kerudung. Tapi tidak :) saya tidak mau menjadikan kekurangan sebagai alasan pakai kerudung. Dan jika setelah botak pun saya pakai kerudung, itu karna memang saya sudah mau dan siap. Bukan karna saya sedang tak punya rambut.

Hari ini, saya baru cek lab setelah kemoterapi ke-5. Dan alhamdulilah, HCG saya kembali turun. Sekarang di angka 1. Alhamdulilah. Mudah-mudahan kebaikan-kebaikan akan mulai berdatangan setelah ini. Sekali lagi saya tekankan. Hujan pun ada redanya, tidak akan selalu turun. Dan ada masanya pelangi turun ke bumi ;) Tujuan saya sekarang adalah selalu SEHAT. Dan bisa membahagiakan orang tua, suami, dan keluarga saya. For me, it's more than enough to be happy :)